Yang Saya Pelajari Tentang Cinta

“Apa yang dimaksud dengan cinta?”

Tahun lalu, seseorang bertanya pada saya. Tak mau salah jawab, saya memilih menjawabnya secara teoritis dengan mengutip buku kuliah Ilmu Budaya Dasar  yang matakuliahnya saya ambil di semester dua.

Cinta adalah perasaan tergila-gila dengan sesuatu, dan ingin memilikinya.

Menurut saya, definisi ini lebih gampang dicerna daripada penjelasan lain yang pernah saya baca. Lebih masuk akal daripada yang tersurat di film-film romantis. Tentu saja lebih mudah dipahami jika dibandingkan dengan definisi yang dipaparkan Dee Lestari dalam novel Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh.

Ya, cinta adalah perasaan tergila-gila pada sesuatu, dan ingin memilikinya. Hal ini sejalan dengan pemikiran senior saya, yang mantap mengatakan:

Cinta itu harus memiliki. Bila ada yang mengatakan tidak, itu hanya alasan bagi orang-orang yang kalah.

Namun orang itu tidak sependapat dengan saya. Jawaban teoritis saya, walaupun sempat dipertimbangkan akhirnya mentah. Definisi cinta menurutnya tidaklah semudah itu.

Malam itu saya menyadari, ternyata saya (seperti kebanyakan orang lain) tidak mengerti apa itu cinta. Ternyata saya tidak paham. Atau mungkin, saya hanya tidak memahami dia.

Seharusnya saya menulis review tentang film Transformers 4 yang sudah saya tonton dua hari yang lalu, tapi entah mengapa saya malah teringat pertanyaan itu. Pertanyaan yang datang dari satu tahun yang lalu. Apa yang dimaksud dengan cinta?

Saya pun teringat, kemarin siang saya menonton televisi yang menayangkan program tentang kehidupan orang-orang yang hidupnya kurang beruntung. Seorang kakek-kakek mengayuh sepedanya dengan susah, untuk berkeliling menjajakan makanan yang dibuat istrinya. Sepulang berjualan, ia memberikan hasil penjualan pada sang istri, dan mereka makan bersama.

Tidak ada satupun “tergila-gila” di sana. Tidak ada. Tapi saya melihat begitu banyak cinta. Begitu dalam, dan begitu tulus. Ternyata cinta bukanlah perasaan yang ingin memiliki sesuatu. Cinta bukanlah keinginan untuk memiliki bahkan menguasai.

Ternyata cinta adalah tanggung jawab yang tulus.

Ya, ternyata cinta adalah tanggung jawab. Tanggung jawab yang tulus. Dan itu berlaku secara universal, tidak terbatas pada hubungan pria-wanita yang dangkal.

Banyak film dan drama yang mendeskripsikan cinta sebagai rasa tertarik pada lawan jenis, lalu berusaha mati-matian demi menyenangkan orang yang dia cintai. Tidak, cinta sama sekali bukanlah itu. Cinta bukanlah hasrat untuk berkembang biak.

Sepasang suami istri yang telah hidup bertahun-tahun, secara fisik tidak lagi kuat dan tidak lagi menarik tetapi masih menjaga satu sama lain. Saling mengerti. Saling membantu. Saling setia. Hal ini mungkin diistilahkan dengan komitmen, tapi menurut saya tidaklah sedingin itu. Saya tidak percaya dengan komitmen. Bagi saya, komitmen terdengar seperti kontrak yang tidak bisa dilanggar.

Lihatlah cinta yang ada pada orang-orang seperti itu. Adakah terasa panas membara? Adakah terlihat penguasaan satu sama lain? Yang saya lihat hanyalah kehangatan dan ketulusan. Tentu saja ada tanggungjawab di sana.

Definisi ini bisa diterapkan dalam cinta kepada kedua orang tua. Bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan orang tua pada kita. Dapat hidup mandiri, dan menjadi pribadi yang mereka harapkan. Orang tua tidaklah mengharapkan balasan atas apa yang mereka berikan pada kita, tapi kita tetap harus menunjukkan bahwa keputusan mereka untuk melahirkan kita tidaklah salah.

Cinta pada almamater, pada kota, bangsa dan negara juga berupa tanggung jawab. Cinta pada Tuhan dan agama juga tanggung jawab yang sama. Tentu kadarnya berbeda-beda, tapi akarnya tetap tanggungjawab yang tulus.

Jadi, itulah jawaban saya sekarang. Bila kamu membaca tulisan ini, jawaban saya sudah cukup jelas. Itulah yang saya pelajari tentang cinta. Mungkin kamu belum puas, itu terserah. Mungkin perasaanmu kepada saya waktu itu juga bukanlah ini, berarti memang benar tidak ada cinta di sana. Tetapi kalaupun benar adanya, itu tidak lagi penting. Perasaan saya waktu itu juga bukanlah tanggung jawab yang tulus.

 

Bandung, di suatu malam yang tenang.

4 respons untuk ‘Yang Saya Pelajari Tentang Cinta

  1. cumicungkring berkata:

    “cinta bukanlah hasrat untuk berkembang biak” hahhahapaitu
    bagus banget ini tulisannya, dan bener banget 🙂
    hanya kadang gue masih jauh dari tahap bertanggung jawab

Berikan Komentar